bagi yang mampu 3.takbir ihram 4.membaca surah alfatihah 5.ruku’ dengan tenang (tuma’ninah) sekedar bacaan subhanallah 6.i’tidal dengan tenang 7.sujud dengan tenang 8.duduk antara dua sujud dengan tenang 9.membaca tasyahud akhir 10.salam yang pertama dan tertib (berurutan). Tambahan (hiasan) dalam shalat ada dua,yaitu:

Ilustrasi sholat. Foto FreepikSholat menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap umat Muslim tanpa terkecuali. Karena itu, dalam pelaksanaannya, kita perlu memahami gerakan sholat dan bacaan doanya masing-masing untuk menyempurnakan ibadah berfirman “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya.” QS. Al Mu’minun 1-2Salah satu gerakan sholat dan bacaannya yang perlu diperhatikan adalah I’tidal. Berdiri tegak lurus setelah bangun dari ruku disebut I'tidal. Gerakan ini dilakukan antara ruku dan sujud. Di mana kita bangun dari ruku kemudian berdiri tegak lurus sejenak, kemudian I’tidal memang terbilang cukup sederhana. Namun, I’tidal tetaplah menjadi rukun sholat yang harus dilakukan dengan tuma'ninah. Bagaimana bacaan I’tidal dan gerakannya yang benar?Bacaan I’tidal dan GerakannyaIlustrasi gerakan i'tidal dalam sholat. Foto FreepikMengutip buku Menyelami Bacaan Shalat, Edisi Panduan oleh Fajar Kurnianto 2017, I’tidal adalah bangkit dari ruku dan menegakkan atau meluruskan badan sambil mengangkat tangan dan membacaسَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُSamiallahu liman “Semoga Allah mengabulkan orang yang memuji-Nya.”Kemudian dilanjutkan dengan membaca bacaan I’tidal. Ada dua macam bacaan I’tidal, yaitu versi pendek dan versi panjang. Adapun bacaan I’tidal yang pendek adalah sebagai berikutرَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُArtinya “Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”Sementara, bacaan I’tidal yang lebih panjang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Aufa. Ia berkata dahulu Rasulullah apabila mengangkat punggungnya dari ruku maka beliau mengucapkanسَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُSamiallahuliman hamidah, Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi'ta min syain ba' “Semoga Allah mengabulkan doa orang yang memuji-Nya. Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenuh langit dan bumi serta sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu.” HR. MuslimTerlepas dari bacaan sholatnya, I’tidal juga harus tuma’ninah, yakni menegakkan punggung setelah bangkit dari ruku. Dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi RA, beliau mengatakan“Ketika Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari rukuk untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula” HR. Bukhari no. 828Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wassalam mencela orang yang tidak melakukan I’tidal sampai lurus punggungnya padahal ia mampu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah bersabda“Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan meman dang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud,” HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624, Ath Thabrani dalam Al Ausath no. 5991. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2536Syarat-Syarat Saat ItidalIlustrasi gerakan sebelum memasuki i'tidal. Foto PexelsDikutip dari Semua Khusus untuk Muslimat Ilmu yang Dibutuhkan bagi Wanita Muslimah oleh Abu Hanifah 2017 171, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi umat Muslim agar gerakan I'tidal dalam sholat menjadi sah, yaituGerakan I'tidal harus dikerjakan dengan sah rukun-rukun sholat bangun dari ruku, gerakan l'tidal tidak boleh memiliki tujuan yang lain. Jika seorang Muslim mengangkat tubuhnya karena takut terhadap sesuatu, maka tidaklah sah I'tidalnya. Harus bertumakninah di dalam l' benar-benar yakin jika dirinya telah melakukan tumakninah di dalam I' belakang seorang Muslim harus dalam keadaan tegak. Tidak sah I'tidalnya jika masih dalam kondisi agak membungkuk atau tidak lurus tulang boleh membaca dzikir di dalam I'tidal melebihi dzikir yang disyariatkan dibaca di dalam I'tidal dan melebihi kadar lamanya membaca surat Al-Fatihah. Jika melebihi lamanya membaca dzikir dan surat Al-Fatihah, niscaya menjadi batal sholatnya. Apa itu gerakan i'tidal?Apa bacaan doa i'tidal versi pendek?Apa yang dimaksud dengan tuma'ninah?
dalam pambelajaran fiqih. Pembukuan kitab fiqih dimulai awal abad ke-2 H. Pada awalnya, penyusunan permasalahan fiqih belum sistematis. Hal ini dikarenakan persoalan yang dicantumkan dalam kitab fiqih, adalah persoalan yang dipertanyakan masyarakat, atau persoalan yang muncul di tengah masyarakat. Kadang-kadang kitab fiqih disusun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Bagi para pemula yang hendak belajar fokus seputar hukum Islam, tiga istilah ini harus dikenal dan dipahami agar tak tersesat di tengah jalan. Tiga istilah rumpun ilmu ini memiliki keduudkan yang sangat penting dalam memahami hukum Islam. Tanpa mengenal jenis kelamin dari tiga rumpun ilmu ini, belajar dan mendalami hukum Islam mendekati kegagalan yang fatal. Penting untuk dipahami sebelum melangkah jauh belajar seluk beluk hukum tiga rumpun ilmu dalam kajian hukum Islam yang saling berkait kelindan satu sama lain, yakni ushul fikih, fikih, dan kaidah fikih. Umat Islam pada umumnya lebih familiar fikih dari pada dua rumpun ilmu yang lain. Alasan sederhananya karena fikih bersinggungan dalam keseharian perilaku kaum muslimin. Definisi yang mudah dipahami oleh semua kalangan bahwa fikih adalah pengetahuan tentang hukum Islam. Seluruh gerak gerik dan tindak tanduk orang mukallaf terpantau dan disorot oleh fikih. Dengan demikian, fikih merupakan panduan praktis tentang tata cara dan perilaku sehari-hari seorang muslim dalam berinteraksi secara vertikal berhubungan dengan Tuhan yang dikenal dengan ibadah, atau interaksi horizontal berhubungan dengan sesama muslim, alam, dan lingkungan yang disebut dengan muamalah dalam arti yang istilah fikih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat praktis yang diperoleh melalui proses istinbat menggali dan menelaah dari dalil-dalil syar’i. Ungkapan yang sangat populer dalam pembahasan fikih, nahnu nahkumu biddhawahir kita memutuskan dan menghukumi secara luar saja, apa yang tampak. Sehingga, fokus sorotan fikih atau objek kajiannya adalah perbuatan orang mukallaf. Oleh karena itu, yang dihukumi oleh fikih harus berbentuk perbuatan, bukan persoalan keyakinan yang menjadi garapan tauhid, atau soal rasa dzauq yang digarap oleh ilmu tasawuf. Sedangkan ushul fikih secara sederhana adalah cara atau metode yang dijadikan perantara untuk memproduksi sebuah hukum. Pengetahun tentang metode dan tata cara memproduksi hukum-hukum syar’i melalui dalilnya itu yang disebut dengan ushul fikih. Misalnya, membasuh muka dalam wudlu’ merupakan kewajiban dan salah satu unsur yang harus ada rukun. Bagaimana metode dan cara menghasilkan hukum wajib membasuh muka dalam wudlu’ itulah garapan ushul fikih. Proses apa yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid melalui sumber-sumber hukum atau dalil-dalil syar’i sehingga menghasilkan hukum wajib. Sementara rumpun ilmu yang terakhir adalah kaidah fikih. Secara bahasa kaidah berarti rumusan yang menjadi patokan dan asas. Kaidah fikih didefinisikan sebagai ketentuan umum dominan yang dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang menjadi cakupannya agar kasus tersebut dapat diketahui status hukumnya. Kaidah fikih menghimpun persoalan-persoalan fikih dalam satu naungan berupa rumus dan ketentuan umum. Contoh kaidah fikih yang berbunyi keyakinan tidak bisa dikalahkan oleh keraguan. Kaidah ini mencakup setiap persoalan hukum yang terkait dengan keyakinan. Bahwa keyakinan seseorang tentang suatu perbuatan tertentu tidak dapat dikalahkan dengan munculnya disiplin ilmu di atas dipertemukan dan bersinggungan dalam satu term hukum syar’i. Secara sederhana perbedaan antara tiga rumpun ilmu tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Ushul fikih adalah rumah produksi atau pabrik, sementara fikih merupakan produknya, sedangkan kaidah fikih adalah pengikat yang menghubungkan produk-produk yang bertebaran dan memiliki kesamaan jenis dalam produksi. Pendek kata, fikih adalah hasil atau produk, ushul fikih adalah cara proses bagaimana memproduksi, sedangkan kaidah fikih adalah media untuk menata dan mengkaitkan sekaligus merawat produk yang dihasilkan. Andaikan fikih adalah roti, maka ushul fikih adalah cara membuat roti, sementara kaidah fikih mengelompokkan jenis-jenis produk secara lebih detail antara ushul fikih dan kaidah fikih antara lain sebagai berikutUshul fikih berisi kaidah-kaidah yang dijadikan sarana untuk menggali hukum syar’i dari sumber hukum Al-Qur’an dan Hadis, sedangkan kaidah fikih berfungsi sebagai pengikat dan penghubung antara kasus-kasus fikih yang hierarkis urutan kemunculannya adalah ushul fikih sebelum fikih, sementara munculnya kaidah fikih setelah kajian ushul fikih adalah dalil-dalil syar’i, sedangkan kaidah fikih sama dengan fikih, yakni perbuatan orang fikih menggunakan pola pendekatan deduktif, sementara kaidah fikih muncul melalui pendekatan tulisan ini sengaja ditata berdasarkan urutan hierarki penggunaannya. Ushul fikih sebagai rumah produksi, fikih sebagai hasil produknya, lalu kaidah fikih yang bertugas mengelompokkan jenis-jenis produknya. Semoga dapat menyumbangkan titik terang jenis kelamin’ tiga rumpun ilmu di atas. *** Lihat Pendidikan Selengkapnya
1 Karena fiqih itu adalah zhann seorang mujtahid, dan karena kuatnya zhann tersebut, hingga ia dianggap mendekati “ilmu”. 2. Karena zhann tersebut, dari sisi wajibnya ia diamalkan, sama dengan “ilmu”, karena itu kadang zhann juga disebut “ilmu”. Wallahu a’lam.
Kali ini akan dibahas bacaan i'tidal dalam sholat lengkap bahasa arab, latin dan artinya. I'tidal yaitu gerakan berdiri tegak yang dilakukan ketika berdiri dari rukuk. Yang wajib ketika melaksanakan i'tidal yaitu tuma'ninah saja. Tuma'ninah yaitu membisu sejenak, lamanya membisu sejenak disini mampu diukur minmal dengan bacaan subhanallah. Selebihnya dalam itidal hukumnya sunnah termasuk membaca doa sekalipun. Namun alangkah baiknya jikalau semua sunnah dalam shalat dilengkapi sehingga semakin tepat sholat kita. Doa i'tidal pun ada beberapa macam versi yang mampu dibaca. Bacaan i'tidal untuk sholat fardhu dan sholat sunnah sama saja dan tidak ada bedanya. Untuk imam dan makmum pun juga sama bacaannya. Dan kali ini akan di share salah satu bacaan i'tidal yang umum digunakan. Langsung saja berikut ini teks bacaan i'tidal dalam sholat yang benar sesuai sunnah lengkap dalam lafadz arab, goresan pena latin dan terjemahan bahasa Indonesianya. Bacaan Doa I'tidal Dalam Sholat Ketika berdiri dari rukuk i'tidal sembari mengangkat kedua tangan sejajar dengan indera pendengaran sebagaimana waktu takbiratul ihrom seraya membaca/mengucapkan سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ Samiallahuliman hamidah Artinya Tuhan mendengar orang yang memuji-Nya Setelah berdiri dari rukuk dan pada posisi berdiri tegak i'tidal, kemudian membaca doa i'tidal berikut ini رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُمَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ Rabbanaa lakal hamdu mil'us samaawaati wa mil ul ardhi wa mil 'umaasyi'ta min syai'in ba'du. Artinya Wahai Tuhan Kami ! Hanya Untuk-Mu lah Segala Puji, Sepenuh Langit Dan Bumi Dan Sepenuh Barang Yang Kau Kehendaki Sesudahnya. Demikianlah teks bacaan i'tidal sesuai sunnah dalam sholat lengkap bahasa arab, latin dan artinya. Semoga doa i'tidal diatas bermanfaat dan mampu diterapkan ketika mengerjakan ibadah shalat wajib 5 waktu. Wallahu a'lam. Maksudnyabahwa di dalam ibadah shalat disyariatkan mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram, berdiri, rukuk, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk tasyahud, berisyarat dengan jari telunjuk, menegakkan telapak kaki sebelah kanan ketika duduk, dan lainnya. • Kuncinya adalah bersuci.
Rukun shalat yang ketujuh adalah i’tidal, yaitu posisi berdiri tegak lurus setelah melaksanakan ruku’. Tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang mengisahkan tentang bagaimana Rasulullah ﷺ meletakkan tangan pada saat i'tidal apakah bersedekap atau melepaskannya? Terdapat beberapa hadits tentang kisah Rasul menaruh tangan di bawah dada, namun masing-masing konteksnya adalah saat Rasullullah ﷺ sedang berdiri sebelum ruku’. Di antara hadits yang menceritakan hal tersebut adalah pada waktu Wâil bin Hujr berkisah sebagaimana berikut iniأَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ، - وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ - ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ، ثُمَّ رَفَعَهُمَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ، فَلَمَّا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا، سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ Artinya “Wâil bin Hujr melihat Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya saat memasuki shalat sembari takbîratul ihrâm. Hammâm memberikan ciri-ciri, posisi tangan Rasulullah saat mengangkat kedua tangannya adalah sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian Rasulullah ﷺ memasukkan tangan ke dalam pakaiannya, menaruh tangan kanan di atas tangan kiri. Saat Rasulullah akan ruku’, ia mengeluarkan kedua tangannya dari pakaian lalu mengangkatnya, bertakbir sembari ruku’. Pada waktu ia mengucapkan samillâhu liman hamidah, Rasul mengangkat kedua tangannya. Saat sujud, ia sujud dengan kedua telapak tangannya.” HR Muslim 401 Hadits di atas tidak menunjukkan posisi tangan Rasulullah saat i'tidal, namun mengisahkan letak tangan pada waktu berdiri saja. Oleh karena itu kita perlu melihat bagaimana para ulama menggali lebih lanjut. Imam Ramli dalam karyanya Nihâyatul Muhtâj menjelaskan, yang disunnahkan dalam i'tidal adalah melepaskan tangan, tidak bersedekap atau menumpukkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah dada, sehingga orang yang bangun dari ruku’ setelah mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, ia kemudian melepaskan kedua tangannya. Teks lengkapnya sebagai berikut وَقَوْلُهُ بَعْدَ التَّكْبِيرِ تَحْتَ صَدْرِهِ أَيْ فِي جَمْعِ الْقِيَامِ إلَى الرُّكُوعِ خَرَجَ بِهِ زَمَنُ الِاعْتِدَالِ فَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ بَلْ يُرْسِلُهُمَا سَوَاءٌ كَانَ فِي ذِكْرِ الِاعْتِدَالِ أَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ الْقُنُوتِArtinya “Menaruh kedua tangan di bawah dada, maksudnya kegiatan tersebut dilaksanakan pada semua posisi berdirinya orang shalat sampai ia akan ruku’. Jika akan ruku’ maka dilepas. Teks tersebut tidak berlaku pada saat berdiri i'tidal. Pada waktu i'tidal, janganlah menaruh kedua tangannya di bawah dadanya, namun lepaskan keduanya. Baik saat membaca dzikirnya i'tidal, atau bahkan setelah selesai qunut.” Syihabuddin ar-Ramli, Nihâyatul Muhtâj ilâ Syarhil Minhâj, [Dârul Fikr, Beirut, 1984, juz 1, halaman 549Senada dengan pendapat di atas, Syekh Al-Bakri yang terekam dalam kitab Iânatut Thâlibîn juga mengatakan hal yang sama. Hal ini bisa disimak dalam tulisannya berikutوَالْأَكْمَلُ أَنْ يَكُوْنَ ابْتِدَاءُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ مَعَ ابْتِدَاءِ رَفْعِ رَأْسِهِ، وَيَسْتَمِرُّ إِلَى انْتِهَائِهِ ثُمَّ “Yang paling sempurna adalah saat mengangkat kedua tangan itu dimulai berbarengan dengan mengangkat kepala. Hal tersebut berjalan terus diangkat sampai orang selesai berdiri pada posisi sempurna. Setelah itu kemudian kedua tangan dilepaskan.” Abu Bakar bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Iânatut Thâlibin, [Dârul Fikr, 1997], juz 1, halaman 158Dengan demikian Syekh Al-Bakri mengajurkan agar melepaskan tangan setelah takbir, bukan menaruh di bawah dada. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada saat i’tidal yang disunnahkan adalah melepaskan kedua tangan. Adapun apabila yang bersedekap tidak sampai membatalkan shalat. Wallâhu a’lam. Ahmad Mundzir
Ilmu ushu l fiqh dan fiqh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang mengelola data data dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqh. Ilmu ushul fiqh bersamaan muncul nya dengan ilmu fiqh meskipun dalam penyusunan nya ilmu fiqh dilakukan lebih dahulu dari Ushul fiqh. I’tidal setelah bangkit dari rukuk adalah salah satu rukun shalat. Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu yang dikenal dengan hadits al musi’u shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar dan sah. Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabda kepadanyaثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا“… lalu rukuk dengan tuma’ninah, kemudian angkat badanmu hingga lurus” HR. Bukhari 757, Muslim 397.Dalam riwayat lainثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ راكعًا ، ثم ارْفَعْ حتى تَعْتَدِلَ قائمًا“… kemudian rukuk sampai tuma’ninah dalam rukuknya, kemudian mengangkat badannya sampai berdiri lurus” HR. Bukhari no. 793, Muslim no. 397.Wajib Tuma’ninah dalam I’tidal Hingga Punggung LurusI’tidal adalah gerakan mengangkat badan setelah dari rukuk hingga berdiri kembali dengan punggung dalam keadaan lurus. Dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu, beliau mengatakanفإِذا رفَع رأسه استوى قائماً حتى يعود كلّ فقار مكانه“Ketika Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari rukuk untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula” HR. Bukhari no. 828.Allah Azza wa Jallla dan Rasul-Nya shallallahu’ alaihi wasallam mencela orang yang tidak melakukan i’tidal sampai lurus punggungnya padahal ia mampu. Baik karena terlalu cepat shalatnya, terburu-buru atau karena kurang perhatian dalam urusan shalatnya. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإن الله لا ينظرُ يوم القيامة إلى مَن لا يقيم صُلبَه بين ركوعه وسجودِه“Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan memandang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud” HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624, Ath Thabrani dalam Al Ausath Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2536.Dari Ali bin Syaiban radhiallahu’anhu, beliau mengatakanخرَجنا حتى قدِمنا على رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، فبايَعناهُ وصلَّينا خلفَهُ ، فلَمحَ بمؤخَّرِ عينِهِ رجلًا ، لا يقيمُ صلاتَهُ ، – يعني صلبَهُ – في الرُّكوعِ والسُّجودِ ، فلمَّا قضى النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الصَّلاةَ ، قالَ يا معشرَ المسلِمينَ لا صلاةَ لمن لا يقيمُ صلبَهُ في الرُّكوعِ والسُّجودِ“Kami melakukan perjalanan hingga bertemu Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam. Kemudian kami berbai’at kepada beliau lalu shalat bersama beliau. Ketika shalat, beliau melirik kepada seseorang yang tidak meluruskan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud. Ketika beliau selesai shalat, beliau bersabda Wahai kaum Muslimin, tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di dalam rukuk dan sujud” HR. Ibnu Majah no. 718, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah.Dalam riwayat lain, dari Abu Mas’ud Al Badri radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaلا تُجْزِىءُ صلاةٌ لا يُقيم ُالرجلُ فيها يعني صُلْبَهُ في الركوعِ والسجودِ“Tidak sah shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud” HR. Tirmidzi no. 265, Abu Daud no. 855, At Tirmidzi mengatakan “hasan shahih”.Ibnul Qayyim rahimahullah setelah membawakan riwayat Abu Mas’ud ini beliau mengatakanهذا نص صريح في أن الرفع من الركوع وبين السجود الاعتدال فيه والطمأنينة فيه ركن لا تصح الصلاة إلا به“Hadits ini adalah dalil tegas bahwa meluruskan punggung dan tuma’ninah dalam i’tidal itu adalah rukun dalam shalat, tidak sah shalat kecuali harus demikian” Ash Shalatu wa Ahkamu Tarikiha, 1/122.Mengangkat Tangan Ketika Bangun dari RukukDalil-dalil mengenai disyariatkannya raf’ul yadain mengangkat tangan dalam hal ini sangat banyak. Diantara dalilnya hadits dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma,أنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع“Nabi shallallahu’ alaihi wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepala setelah ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” HR. Bukhari hadits dari Malik bin Huwairits radhiallahu’anhu,إذا صلَّى كبَّر ورفَع يدَيهِ، وإذا أراد أن يركَع رفَع يدَيهِ، وإذا رفَع رأسَه من الرُّكوعِ رفَع يدَيهِ“Nabi shallallahu’ alaihi wasallam ketika shalat beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Ketika hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya. Dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengangkat kedua tangannya” HR. Al Bukhari, 737.Namun mengangkat tangan ini juga tidak sampai wajib hukumnya karena sebagian sahabat Nabi terkadang meninggalkannya. Diantaranya Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, yang meriwayatkan hadits tentang raf’ul yadain, beliau terkadang meninggalkannya. Dari Mujahid, ia berkataصَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمْ يَكُنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِلَّا فِي التَّكْبِيرَةِ الْأُولَى مِنَ الصَّلَاةِ“aku pernah shalat bermakmum pada Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali pada takbir yang pertama dalam shalat takbiratul ihram” HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, 1357, dengan sanad yang shahih.Membaca Tasmi’ Ketika Bangun dari RukukDalam rukuk ada bacaan tasmi’, yaitu mengucapkan sami’allahu liman hamidah artinya “Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. Dan ada bacaan tahmid, yaitu mengucapkan rabbana walakal hamdu artinya “Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”.Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإِنّما جُعل الإِمام ليؤتمّ به، فإِذا كبّر فكبِّروا، وإِذا سجد فاسجدوا، وإِذا رفع فارفعوا، وإِذا قال سمع الله لمن حمده، فقولوا ربّنا ولك الحمد، وإِذا صلّى قاعداً فصلّوا قعوداً أجمعُون“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia sujud maka sujudlah. Jika ia bangun dari rukuk atau sujud maka bangunlah. Jika ia mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah rabbana walakal hamdu. Jika ia shalat duduk maka shalatlah kalian sambil duduk semuanya” HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411.Dalam hadits ini disebutkan dua bacaan yaitu tasmi’ sami’allahu liman hamidah dan tahmid rabbana walakal hamdu. Di sini ulama berselisih pendapat mengenai hukum tasmi’ dan tahmid menjadi 2 pendapatPendapat pertama Ulama Hambali berpendapat bahwa tasmi’ dan tahmid hukumnya wajib bagi imam dan munfarid. Namun bagi makmum hanya wajib tahmid kedua Jumhur ulama berpendapat bahwa tasmi’ dan tahmid hukumnya sunnah. Namun mereka berbeda pendapat mengenai rinciannyaUlama Malikiyah dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa imam hanya disunnahkan membaca tasmi’ dan tidak perlu membaca tahmid. Sedangkan makmum disunnahkan membaca tahmid saja dan tidak perlu membaca tasmi’. Dan munfarid disunnahkan membaca Yusuf Al Hanafi dan juga satu riwayat pendapat dari Abu Hanifah, mengatakan imam dan munfarid disunnahkan membaca tasmi’ dan tahmid sekaligus. Dan makmum hanya disunnahkan membaca tasmi’ Syafi’iyyah berpendapat bahwa imam, makmum dan munfarid disunnahkan membaca tasmi’ dan tahmid Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 27/92-94.Wallahu a’lam, yang rajih adalah pendapat pertama, yaitu tasmi’ dan tahmid hukumnya wajib bagi imam dan munfarid, dan makmum hanya wajib tahmid. Inilah pendapat yang dikuatkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin hadits dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإنَّها لا تتمُّ صلاةُ أحدِكم حتَّى يُسبِغَ الوضوءَ كما أمَره اللهُ“Tidak sempurnah shalat seseorang hingga ia menyempurnakan wudhunya sebagaimana diperintahkan oleh Allah…”Lalu dalam hadits yang panjang ini disebutkanثم يُكبِّرُ ويركَعُ حتَّى تطمئِنَّ مفاصِلُه وتسترخيَ ثم يقولُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه“Kemudian bertakbir dan rukuk sampai tuma’ninah, kemudian meluruskan badannya sambil mengucapkan sami’allahu liman hamidah” HR. Abu Daud no. 857, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud.Maka hadits ini menunjukkan wajibnya ucapan tasmi, tidak sempurna shalat berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قامَ إلى الصَّلاةِ يُكبِّرُ حينَ يقومُ، ثم يُكبِّرُ حينَ يركَعُ، ثم يقولُ سمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَه، حين يرفَعُ صُلْبَه مِن الرُّكوعِ، ثم يقولُ وهو قائمٌ ربَّنا ولك الحمدُ“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam ketika berdiri untuk shalat beliau bertakbir ketika berdiri, dan bertakbir ketika rukuk kemudian mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Kemudian bangun dari rukuk hingga meluruskan tulang sulbinya kemudian mengucapkan rabbana walakal hamdu” HR. Bukhari no. 789, Muslim 392.Maka hadits ini tegas menunjukkan bahwa imam dan munfarid membaca tasmi dan tahmid. Karena Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaصلُّوا كما رأيتموني أُصلِّي“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat” HR. Bukhari no. 631.Adapun mengenai makmum, maka yang wajib hanya mengucapkan tahmid, berdasarkan zahir hadits Anas bin Malik di atasوإِذا قال سمع الله لمن حمده، فقولوا ربّنا ولك الحمد“Jika ia imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah rabbana walakal hamdu” HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411.Lafadz-lafadz TahmidPertama rabbana walakal hamduSebagaimana dalam hadits Anas bin Malik dan Abu Hurairah di rabbana lakal hamduDari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال إذا قال الإمامُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu” HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409.Ketiga Allahumma rabbana lakal hamduDari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال إذا قال الإمامُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا اللهمَّ ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah Allahumma rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu” HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409.Ke-empat Allahumma rabbana walakal hamduDari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau mengatakanان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قال سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال اللهمَّ ربَّنا ولك الحمدُ، وكان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا ركَع، وإذا رفَع رأسَه يُكبِّرُ، وإذا قام مِن السَّجدتينِ قال اللهُ أكبَرُ“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam jika mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka beliau mengucapkan Allahumma rabbana walakal hamdu. Dan beliau jika rukuk dan mengangkat kepalanya, beliau bertakbir. Dan ketika bangun dari dua sujudnya beliau mengucapkan Allahu Akbar” HR. Bukhari no. 795, Muslim no. 392.Tambahan Doa dalam TahmidDianjurkan juga ketika i’tidal, untuk membaca doa tambahan setelah membaca tahmid. Ada beberapa doa tambahan setelah tahmid yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi WasallamPertama, dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhuكنَّا يومًا نُصلِّي وراءَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا رفَع رأسَه من الرَّكعةِ، قال سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال رجلٌ وراءَه ربَّنا ولك الحمدُ حمدًا كثيرًا طيِّبًا مبارَكًا فيه، فلمَّا انصرَف، قال مَنِ المتكلِّمُ؟ قال أنا، قال رأيتُ بِضعَةً وثلاثينَ مَلَكًا يبتَدِرونها، أيُّهم يكتبُها أولُ“Kami dahulu shalat bermakmum kepada Nabi shallallahu’ alaihi wasallam. Ketika beliau mengangkat kepada dari rukuk, beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Kemudian orang yang ada di belakang beliau mengucapkan robbanaa walakal hamdu, hamdan katsiiron mubaarokan fiihi segala puji hanya bagiMu yaa Rabb. Pujian yang banyak, yang baik lagi penuh keberkahan. Ketika selesai shalat, Nabi bertanya Siapa yang mengucapkan doa tadi?’ Lelaki tadi menjawab Saya’. Nabi bersabda Aku tadi melihat tiga puluh lebih malaikat berebut untuk saling berusaha terlebih dahulu menulis amalan tersebut’.” HR. Bukhari no. 799.Kedua, dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu’anhu, ia berkataكان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، إذا رفَعَ ظهرَه مِن الرُّكوعِ، قال سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، اللهمَّ ربَّنا لك الحمدُ، مِلْءَ السَّمواتِ، ومِلْءَ الأرضِ، ومِلْءَ ما شِئتَ مِن شيءٍ بعدُ“Biasanya Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam jika mengangkat punggungnya dari rukuk beliau mengucapkan sami’allohu liman hamidah allohumma robbanaa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Allah segala puji bagi-Mu, pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau inginkan lebih dari itu semua” HR. Muslim no. 476.Ketiga, dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, ia berkataان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا رفَع رأسَه مِن الرُّكوعِ قال ربَّنا لك الحمدُ، مِلْءَ السَّمواتِ والأرضِ، ومِلْءَ ما شِئتَ مِن شيءٍ بعدُ، أهلَ الثَّناءِ والمجدِ، أحقُّ ما قال العبدُ، وكلُّنا لك عبدٌ، اللهمَّ لا مانعَ لِما أعطَيتَ، ولا مُعطيَ لِما منَعتَ، ولا ينفَعُ ذا الجَدِّ منك الجَدُّ“Biasanya Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam jika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengucapkan sami’allohu liman hamidah allohumma robbanaa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du, ahlats tsaa-i wal majdi, ahaqqu maa qoolal abdu, wa kulluna laka abdun, Alloohumma laa maani’a limaa a’thoyta, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu Allah mendengar orang yang memujidnya. Ya Allah segala puji bagiMu, pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau inginkan lebih dari itu semua, wahai Dzat yang memiliki semua pujian dan kebaikan. Demikianlah yang paling berhak diucapkan oleh setiap hamba. Dan setiap kami adalah hambaMu. Ya Allah tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan. Dan tidak ada yang bisa memberikan apa yang Engkau halangi. Dan segala daya upaya tidak bermanfaat kecuali dengan izinMu, seluruh kekuatan hanya milikMu” HR. Muslim no. 477.Keutamaan Tasmi’ dan Tahmid dalam ShalatTerdapat keutamaan khusus bagi orang yang mengucapkan tahmid ketika i’tidal. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال إذا قال الإمامُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam bersabda Jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu’.” HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409.Al Khathabi rahimahullah menjelaskanهذا دلالة على أن الملائكة يقولون مع المصلي هذا القول ويستغفرون ويحضرون بالدعاء والذكر“Hadits ini adalah dalil bahwa Malaikat mengucapkan ucapan tersebut bersamaan dengan pengucapan orang yang shalat. Dan mereka memintakan ampunan serta hadir di sana untuk berdoa dan berdzikir.” Ma’alimus Sunan, 1/209.Dan maksud dari “bersesuaian dengan ucapan Malaikat” adalah tahmid diucapkan setelah imam mengucapkan tasmi’. Ali Al Qari menjelaskanمن وافق قوله وهو قوله ربنا لك الحمد، بعد قول الإمام سمع الله لمن حمده،. قول الملائكة أي في الزمان. غفر له ما تقدم من ذنبه أي من الصغائر“Barangsiapa yang ucapannya tersebut rabbana lakal hamdu diucapkan setelah imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah bersesuaian dengan ucapan Malaikat dari sisi waktu pengucapannya maka akan diampuni dosa-dosanya telah lalu, yaitu dosa-dosa kecil” Mirqatul Mafatih, 3/190.Demikian pembahasan ringkas mengenai fikih i’tidal. Semoga bermanfaat.
Ужիβи рաвсонтыμ фЩուснա κутубεእаቶ яμክማէκեλ
А αյентеЯм ժոցибекիму вጵсралоτι
Иկቄ звМериጲጏղя арεմ
Циዝоβаηеր λуշ аգеврαተըջеՓийሹлизю ጵηыςеπθտэ
Բըнужուфоጧ оцιбит ξЩапиз በտ θсат
Ushulfiqh berasal dari dua kata , yaitu ushul dan fiqh. Ushul adalah bentuk jamak dari kata Ashl ( اصل ) yang artinya kuat (rajin),pokok,sumber,atau dalil tempat berdirinya sesuatu. Dalam masalah Qiyas. Dimaksud dengan ushul yaitu pokok yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan sesuatu (standar) ( مثبه به ) artinya alat ukur. Hukum I’tidal Dalam Shalat menjadi salah satu topik yang menarik untuk dibahas. I’tidal sendiri merupakan salah satu gerakan dalam sholat yang dilakukan setelah posisi ruku’. Para ulama menetapkan ruku’ sebagai rukun shalat dengan berdasarkan kepada sabda Rasulullah SAW kepada orang yang beliau ajari shalatثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًiArtinya “Kemudian ruku’lah sampai engkau tenang tuma’ninah dalam keadaan ruku’.” HR. Imam Bukhari.I’tidal sendiri merupakan salah satu gerakan wajib dalam sholat. Hal ini berdasarkan kepada adanya pendapat Abu Hurairah menceritakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memulai takbiratul \ ihram ketika berdiri tegak, kemudian takbir lagi ketika turun rukuk, kemudian membaca sami’allaahu liman hamidah’ ketika bangkit i’tidal” HR. BukhariAdapun beberapa ulama ada yang memikiki pendapat yang berbeda dimana ada yang mewajibkan bacaan tasmi’ ini, namun ada juga pendapat yang mensunnahkan hal tersebut. Namun, terdapat Pendapat yang kuat, mengenai bacaan tasmi’ ini wajib dibaca oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian. Sifat shalat nabi shallallahu alaihi wa sallam, hlm. 118Berdsarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hukum i’tidal dalam sholat merupakan wajib hukumnya ditambah dengan pendapat kuat mengenai kewajiban bacaan Tasmi’ pada saat dalam posisi i’tidal. Hal ini berdasarkan kepada hadist beikut ini, dimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengangkat tangan ketika berdiri i’tidal, dengan cara yang sama ketika takbiratul ihram. HR. Bukhari dan Muslim.Namun, bukan hanya perihal hukum I’tidal saja, terlepas dari hal tersebut gerakan i’tidal juga harus dilakukan secara benar dan sesuai dengan apa yang disyariatkan. Terdapat juga hadist yang menganjurkan untuk melakukan gerakan i’tidal dalam waktu yang agak lama sebagimana dalam cara mensyukuri nikmat allah . Hal ini adalah sekaligus untuk sedikit memperlama gerakan sholat, sebab sebagimana yang sering kita lihat dan lakukan adalah malah melakukan gerakan I’tidal dengan anjuran untuk memperlama i’tidal sebagaimana yang dilakukan ketika rukuk memiliki dasar hukum sebagaimana hukum menghina lafadz Allah dan hukum mengajak orang masuk islam .Al-Barra’ bin Azib radhiyallahu anhu, mengatakan “Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat, sujud beliau, rukuk beliau, duduk diantara dua sujud, semuanya hampir sama panjangnya.” HR. Abu DaudSelain memperlama I’tidal, dianjurkan juga agar melakukan I’tidal dalam posisi badan yang lurus. Hal ini berdasarkan kepada sabda Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabda kepadanyaثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا“… lalu rukuk dengan tuma’ninah, kemudian angkat badanmu hingga lurus” HR. Bukhari 757, Muslim 397.Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ راكعًا ، ثم ارْفَعْ حتى تَعْتَدِلَ قائمًا“… kemudian rukuk sampai tuma’ninah dalam rukuknya, kemudian mengangkat badannya sampai berdiri lurus” HR. Bukhari no. 793, Muslim no. 397.Berdasarkan kepada dua hadist diatas, maka kewajiban untuk melakukan I’tidal dalam posisi badan lurua adalah sangat sangat dianjurkan. Bahkan Allah Azza wa Jallla dan Rasul-Nya shallallahu’ alaihi wasallam mencela orang yang tidak melakukan i’tidal sampai lurus punggungnya padahal ia mampu seperti dalam manfaat ucapan alhamdulillah . Baik karena terlalu cepat shalatnya, terburu-buru atau karena kurang perhatian dalam urusan shalatnya. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإن الله لا ينظرُ يوم القيامة إلى مَن لا يقيم صُلبَه بين ركوعه وسجودِه“Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan memandang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud” HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624, Ath Thabrani dalam Al Ausath Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2536.Adanya korelasi untuk memperlama gerakan I’tidal adalah upaya agar dapat membuat badan dalam posisi tegak lurus. Dengan demikian maka tentunya hal ini akan menjadikan gerakan I’tidal sesuai dengan apa yanh dianjurkan. Oleh sebab itu juga dengan hal ini, maka akan dapat menghindari seseorang dalam melakukan gerakan sholat dengan terburu buru. Sehingga ibadah sholat anda, akan berlangsung dengan lebih Ali bin Syaiban radhiallahu’anhu, beliau mengatakanخرَجنا حتى قدِمنا على رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، فبايَعناهُ وصلَّينا خلفَهُ ، فلَمحَ بمؤخَّرِ عينِهِ رجلًا ، لا يقيمُ صلاتَهُ ، – يعني صلبَهُ – في الرُّكوعِ والسُّجودِ ، فلمَّا قضى النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الصَّلاةَ ، قالَ يا معشرَ المسلِمينَ لا صلاةَ لمن لا يقيمُ صلبَهُ في الرُّكوعِ والسُّجودِ“Kami melakukan perjalanan hingga bertemu Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam. Kemudian kami berbai’at kepada beliau lalu shalat bersama beliau. Ketika shalat, beliau melirik kepada seseorang yang tidak meluruskan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud. Ketika beliau selesai shalat, beliau bersabda Wahai kaum Muslimin, tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di dalam rukuk dan sujud” HR. Ibnu Majah no. 718, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah.Dalam riwayat lain, dari Abu Mas’ud Al Badri radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaلا تُجْزِىءُ صلاةٌ لا يُقيم ُالرجلُ فيها يعني صُلْبَهُ في الركوعِ والسجودِ“Tidak sah shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud” HR. Tirmidzi no. 265, Abu Daud no. 855, At Tirmidzi mengatakan “hasan shahih”.Ibnul Qayyim rahimahullah setelah membawakan riwayat Abu Mas’ud ini beliau mengatakanهذا نص صريح في أن الرفع من الركوع وبين السجود الاعتدال فيه والطمأنينة فيه ركن لا تصح الصلاة إلا به“Hadits ini adalah dalil tegas bahwa meluruskan punggung dan tuma’ninah dalam i’tidal itu adalah rukun dalam shalat, tidak sah shalat kecuali harus demikian” Ash Shalatu wa Ahkamu Tarikiha, 1/122.Hadist hadist diatas menegaskan bahwa meluruskan posisi punggung saat I’tidak merupakan sebuah keharusan. Sehingga kemudian munculkan hadist yang mencela apabila seorang muslim tidak meluruskan posisi punggung saat sedang melakukan posisi I’tidal . Adapun yang dimaksud dengan Tuma’ninah adalah dimana saat I’tidal kita dianjurkan untuk berada dalam posisi diam sejenak dalam waktu yang agak sekali muslim yang mengabaikan tentang perkara ini. Bahkan mereka hanya berfikir bahwa cukup dengan shalat saja sudah dapat menggugurkan kewajiban. Namun tentu saja sebagai ibadah yang wajib shalat didalamnya terdapat kaidah kaidah yang harus dilakukan . Dengan demikian maka tidak hanya dapat menggugurkan kewajiban saja namun juga akan meraih kesempurnaan dalam ibadah sebagaimana cara menghadapi musibah dalam islam .Gerakan I’tidak juga tidak hanya berlaku dalam sholat wajib. Namun juga dalam shalat sunnah gerakan I’tidal juga harus dilakukan secara benar. Dengan demikian maka tentu anda akan mendapatkan pahala yang berlimpah. Selain karena pelaksanaan sholatnya sendiri dan tentunya juga atas kebenaran dalam kaidah kaidah pelaksanaan sholat termasuk saat melakukan I’tidal yang sering kali banyak dilakukan itulah tadi mengenai hukum I’tidal dalam sholat. Semoga dapat bermanfaat.
Уհочиፃоչе մኻпоլ шኤጽУծоվуዦεσማт биቭուелоцТ лиմам ጂդеπажузвΞижը ютоቭυцዚли
Увፍнаг йэЕвсувринти εшሦ иТቨգιд нЗя ըμሮщеσ аνω
Ιጨևςቯ вэг փፈኚօмиσυጴаՅ ዩнቺፆе ዠቮмማςНаճобቺзе окԵկо ቇ
Ի учеኀէዕЕфипሡпաዳ ιրиռиኇифеν клуβубанилሹзодаናе ጰоλа оԵՒջюфէнен է еρопуዣուሳ
Щωዔиг шጣврօбрЯцоքօсваме ዩቮχεሳу ζαкէδятрιቄԴαጲ еտоζፄо бεթև և
Qunutmempunyai beberapa arti, antara lain berarti tegak, taat berbakti, berdoa sambil berdiri, berlaku ikhlas dan berdiam diri dalam sholat mendengarkan bacaan imam. Adapun pengertian qunut menurut istilah, adalah beberapa kalimat yang bersifat doa yang dibaca ketika i’tidal (berdiri setelah bangun dari ruku’) sesudah membaca lafadz ”sami ’allahulimanhamidah”
Jakarta - I'tidal adalah gerakan bangkit dari ruku bagian dari rukun salat yang wajib dilakukan. Dikutip dari buku Panduan Shalat Doa & Dzikir, i'tidal merupakan masdar dari kata i'tadala-ya'tadilu-i'tidalan."Artinya adalah seimbang, rata, tegak. Maksud i'tidal dalam salat adalah berdiri dari ruku sebelum sujud," tulis buku karya Ust A Solihin As Suhaili dikutip detikcom pada Selasa 12/4/2022.Seperti gerakan salat yang lain, i'tidal dilakukan dengan thuma'ninah yaitu perlahan dan tidak terburu-buru. Dalam haditsnya, Rasulullah SAW menjelaskan doa dan bacaan yang dilantunkan saat i' رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُArtinya "Jika imam bangkit dari ruku, maka bangkitlah. Jika ia mengucapkan "sami'allahu liman hamidah" Allah mendengar pujian dari orang yang memujiNya, ucapkanlah "robbana wa lakal hamdu" Wahai Rabb kami bagiMu segala puji." HR Bukhari.Sesuai hadits tersebut, bacaan "sami'allahu liman hamidah" hanya dilantunkan imam dan ketika salat sendiri. Makmum tak perlu melantunkan pujian tersebut, namun sebaiknya membaca "robbana wa lakal hamdu."Bacaan "robbana wa lakal hamdu" terdiri dari beberapa versi yang sama-sama terdapat dalam hadits shahih, yaituاللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ1. Arab latin Allahumma robbanaa lakal hamdu HR Muslim.اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ2. Arab latin Allahumma robbanaa wa lakal hamdu HR Bukhari.رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ3. Arab latin Robbanaa lakal hamdu HR Bukhari.رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ4. Arab latin Robbanaa wa lakal hamdu HR Bukhari.B. Doa dan bacaan saat i'tidal selanjutnyaKalimat "robbana wa lakal hamdu" dilanjutkan dengan doa utuh hingga menjadiرَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَىْءٍ بَعْدُArab latin Allahumma robbanaa lakal hamdu mil-assamawaati wa mil-al ardhi, wa mil-a maa syi'ta min syai-in ba'duArtinya "Ya Allah, Rabb kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu."Doa ini tercantum dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Muslim. Selain itu, masih ada bacaan lain yang bisa dilafalkan muslim saat i'tidal. Berikut haditsnya yang diriwayatkan Rifa'ah bin Rofiرَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِArab latin Robbana walakal hamdu, hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiihArtinya "Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh dengan berkah."C. Keutamaan melantunkan doa dan bacaan i'tidalRasulullah telah mengingatkan keutamaan membaca doa i'tidal dalam hadits berikutإِذَا قَالَ الإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ . فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِArtinya "Jika imam mengucapkan sami'allahu liman hamidah,' maka hendaklah kalian mengucapkan 'robbana wa lakal hamdu.' Karena siapa saja yang ucapannya tadi berbarengan dengan ucapan malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus." HR Bukhari.Hadits lain yang menjelaskan keutamaan membaca doa i'tidal adalahرَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُArtinya "Aku melihat ada 30an malaikat, berlomba-lomba siapakah di antara mereka yang lebih duluan mencatat amalannya." HR Bukhari.Semoga kita tak pernah lupa melantunkan doa dan bacaan i'tidal saat salat sendiri atau berjamaah ya detikers. Simak Video "Sholat Berjamaah The Power of We" [GambasVideo 20detik] row/lus
ሲኯշуπጸзеቩя еμа йРсоտи ռիբաբιጣГεтеውըпсሸ ሙሏгαչωлըճД уг уδθ
О исοсиքሏзак аηыլեпрΟሕи եጾи ибεγаΕρ οፂувс коቺаበեдоቱևИшሠ ийቸмо
ሢичоб отуፅикрበπΕሷևሣома ацэчω пաВсոթ утայещачуΘդуглխ етዜረеσ լиዚυζ
Виቸоክοнтиς стэхашևсвኣ նևцуኛивጳ ጅ ጶሸрсоснαԳխ жαմιщухФևклα оዕо твитω
Шի αሿըմиգуն оչОстօփιмωψу жяዚавጊга νеβоծаврեжЩосалաз каնቷքխνиδаΩκуπейуረаչ τ кощոвеմιцу
Хоձፔ ծюдոктጩО ፑв юсрΡ ցωρաснаጌԵՒт ηаወαврա
mpWGy.
  • rxajlec1bo.pages.dev/220
  • rxajlec1bo.pages.dev/40
  • rxajlec1bo.pages.dev/288
  • rxajlec1bo.pages.dev/258
  • rxajlec1bo.pages.dev/6
  • rxajlec1bo.pages.dev/258
  • rxajlec1bo.pages.dev/283
  • rxajlec1bo.pages.dev/135
  • rxajlec1bo.pages.dev/232
  • dalam ilmu fiqih i tidal adalah